Menurut Sunardi, inovasi pendidikan telah terjadi setiap hari, sehingga yang paling penting untuk adalah melakukan inovasi pembelajaran itu sendiri dalam sekolah inklusi. Sekolah inklusi yang menggabungkan antara bermacam-mcacam potensi individu pada satu kelas pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan Education for all. Selama ini di Indonesia, model sekolah yang banyak dijumpai adalah sekolah segregasi atau homogen, yakni pada satu kelas hanya menerapkan kurikulum yang sama dan tidak semua kurikulum sesuai dengan potensi anak.
Djaja Rahardja mengutarakan bahwa penggunaan teknologi dalam proses belajar seseorang sangatlah bermanfaat. Apabila belajar biasanya dilakukan di kelas dengan peserta terbatas dan tempat terbatas, dengan menggunakan e-learning pembelajaran dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. E-learning sendiri berarti pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan koneksi internet. Namun di balik kemudahan tersebut tentunya e-learning memiliki kekurangan, yakni tidak semua ABK dapat menerapkannya. Selain itu, kemudahan mendapat informasi tersebut tentunya memungkinkan untuk mendapat informasi yang negatif pula.
Di sisi lain, Budiyanto menjelaskan guru professional adalah guru yang memiliki tiga hal yakni, pedagogik, kepribadian, dan sosialnya dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Implikasi kompetensi guru professional di masa datang yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut adalah life long learning, e-learning, kompetensi pengelolaan informasi, dan kompetensi pembelajaran emosi. (Ema/Syt-humas Unesa)
Share It On: