Kata siapa batik itu kuno. Kata siapa batik itu ndeso. Dua kalimat itulah yang selama ini ingin ditepis mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Unesa. Di tengah kebebasan memilih ragam pakaian di kampus seperti halnya mahasiswa di jurusan lain, mahasiswa di jurusan paling favorit bidang IPS di Unesa ini konsisten mengampanyekan batik sebagai seragam perkuliahannya. Kondisi ini sudah berlangsung turun temurun dan menjadi ciri khas tersendiri bagi mahasiswa PGSD, ujar Yati, mahasiswa PGSD. Setiap kelas memiliki batik. Pilihan warnanya disesuaikan dengan karasteristik dan filosofi kelas tersebut. Hari pemakaian batik pun disepakati. Kelas B-2011 misalnya, dengan warna dasar batik merah dan ukiran batik mega mendung, mereka ingin menunjukan sifat dari kelas B-2011 yang berani, kompak, antusias dan semangat. Berbeda dengan kelas E-2011 yang 95% mahasiswanya kalem dan berjilbab lebih memilih warna dasar hijau. Pembuatan batik kelas ini bukan paksaan dari dosen, ketua jurusan ataupun tenaga kependidikan, tetapi karena kesadaran dan kebanggaan mahasiswa PGSD menjadi bagian dari masyarakat berbudaya Indonesia. Karena telah menjadi budaya tersendiri, kelas yang tidak memiliki batik kelas akan dianggap aneh. Kalau tidak dimulai dari diri kita sebagai calon pendidik, lalu siapa yang akan memulai teladan menggunakan batik Indonesia? kata Wisnu Oky, mahasiswa PGSD. (Diyanti Jati Pratiwi/Byu)